PEMBACAAN
PUISI BARU DARI SEGI LAFAL, INTONASI, DAN EKSPRESI YANG TEPAT
Diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas kelompok dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
MAKALAH
DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK
IV
XII
IPA 1
KETUA :
RABIATUL ADAWIAH (4704)
ANGGOTA
: LILIS SURYANINGTYAS (4733)
A. BESSE
ROSNANINGSIH (4717)
RESKI ARISANDY
(4714)
HEKO WAHYU PUTRA
(4829)
DINAS
PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMA
NEGERI 2 BANTAENG
2011
KATA PENGANTAR
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah-Nya kepada
seluruh ciptaan-Nya. Begitu pula penulis senantiasa memanjatkan puji dan syukur
kehadirat-Nya, atas limpahan berkah sehingga makalah ini dapat terselesaikan
sebagaimana mestinya.
Penulis berterima kasih kepada seluruh
teman-teman yang telah membantu sejak dari awal sampai akhir penulisan ini
serta kepada guru bidang studi yang telah memberi arahan dan kepada penulis sehingga makalah ini dapat
selesai dengan baik.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak begitu pula dengan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik saran setiap pembaca
menuju perbaikan makalah ini adalah merupakan harapan penulis.
Bantaeng, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3
D. Manfaat Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puisi 4
B.
Mengomentari Pembacaan Puisi
Baru tentang Lafal, Intonasi,
dan Ekspresi yang Tepat 8
BAB III PENUTUP
A. Simpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR
PUSTAKA 12
LAMPIRAN
13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Puisi adalah karya sastra yang memuat peristiwa seni
yang menggunakan bahasa sebagai medianya, yang dapat diapresiasikan dengan
berbagai cara, diantaranya yaitu dengan membaca dalam hati, membaca indah,
menyaksikan pementasan, serta menyimak pembacaan hasil sastra. Puisi diciptakan
pengarang sebagai kegiatan estetika yang dipersembahkan kepada masyarakat untuk
dinikmati. Sungguh suatu kekeliruan atau rasa bersalah yang berkepanjangan jika
kita tidak mau membawa masyrakat ketempat yang penuh dengan harta kekayaan tersebut
serta memberi mereka kesempatan untuk menikmati dan menghayatinya. Upaya
perolehan harta dari puisi berupa pengertian manusia, pandangan perorangan dan
sensivitas yang menonjol. Namun untuk sampai kepada aktivitas menirai-tirai
intrinsik dan ekstrinsik nilai karya sastra puisi masyarakat membaca perlu
diberikan petunjuk paling tidak teori dan pendekatan tentang pemahaman puisi.
Sebagai rekaman dialog manusia dengan
kenyataan zamannya, puisi menjadi semakin intens penyajiannya kepada kita.
Persepsi puisi yang intens dengan penikmatnya tidak terlepas pula dengan
kehidupan manusia itu sendiri sebagai konsumen berharga kepada penikmatnya.
Oleh karena itu, sebab penyair harus selektif dalam mengemukakan dialog
batinnya kepada publiknya sehingga apa yang diharapkan dibalik keterbacaan
penyairnya berdaya guna dan berhasil, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada
perkembangan sastra pada umumnya.
Puisi bukan
hanya sekedar parade kata, parade frasa atau potongan-potongan kalimat saja
yang membentuk suatu tifografi sehingga secara fisual terlihat perbedaan
anatara puisi dan prosa maupun karya sastra yang lainnya. Berhasil atau
tidaknya puisi diciptakan terletak pada berhasil atau tidaknya penciptanya
mengolah kata yang mampu mengejawantahkan pengalaman puitiknya dengan lengkap
dan sempurna. Yang menjembatani pengalaman puitis pencipta dan pembaca bukan
karena parade kata tersebut, tetapi parade kata yang berkarkter larik-larik
hingga membentuk bait-bait harus didukung oleh unsur-unsur yang representatif
dengan unsur pembangun puisi itu sendiri.
Bangun puisi
dengan kata yang terseleksi merupakan suatu satuan yang resiprokal antara satu
unsur dengan unsur yang lainnya hingga membentuk suatu makna yang padat.
Tentang unsur yang membangun sebuah puisi ini menjadi bahan diskusi yang
hangat.
Sebagai bagian
bentuk sastra tulis, puisi menuntut wujud fisual, yakni wujud yang tampak
mata,walaupun pada mulanya lebih dimaksudkan untuk komsumsi telinga. Apabila
dikaitkan dengan proses kreatif yang
dilampaui penyair, wujud visual dapat dilihat sebagai perwujudan penguasaan
teknik ekspresi seorang penyair.
Pada
perkembangan sastra tulis (puisi) wujud visual menjadi sangat penting karena
pembaca tidak selalu dapat mendengarkans ecara langsung bunyi-buyi dalam puisi
ketika dibacakan. Bagaimanakah lagu suara dan lagu pembacaan puisi yang
mendukung pemahaman karya itu secara keseluruhan , pembaca tidak mengetahui
secara pasti. Dalam hubungan inilah puisi memanfaatkan juga wujud visual
sebagai salah satu sarana untuk membangun komunikasi. Dengan cara demikian, pembaca
diharapkan menjadi lebih mampu menanggapi berbagai hal yang dikomunikasikan
oleh suatu puisi, dengan cara demikian pula kejelasan diharapkan dapatdicapai.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penulisan makalh ini yaitu sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan puisi?
2.
Bagaimanakah mengomentari pembacaan
puisi baru dari segi lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat?
C.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian puisi.
2.
Untuk mengetahui cara mengomentari
pembacaan puisi baru dari segi lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
3.
Untuk pemenuhan salah satu tugas kelompok yang
diberikan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
D.Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah
ini yaitu sebagai berikut:
Ø Sebagai
bahan acuan dalam menambah pengetahuan tentang puisi baru.
Ø Sebagai
bahan acuan untuk dapat mengomentari pembacaan puisi baru dari segi lafal, intonasi,
dan ekspresi yang tepat.
Ø Sebagai bahan pertimbangan bagi penulis
selanjutnya yang ingin mengkaji materi yang berhubungan dengan makalah ini
dalam ruang lingkup yang lebih luas dan pembahasan yang lebih dalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Puisi
Puisi adalah
bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta
ditandai oleh bahasa yang padat. Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi
lama dan puisi baru.
Namun, Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi
jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Adapun
ciri-ciri puisi baru yaitu sebagai berikut:
a. Bentuknya rapi, simetris
b. Mempunyai persajakan akhir (yang
teratur)
c.Banyak
mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain
d. Sebagian besar puisi empat
seuntai
e. Tiap-tiap barisnya atas sebuah
gatra (kesatuan sintaksis)
f. Tiap gatranya terdiri atas dua
kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata
Berikut ini adalah jenis-jenis puisi
baru menurut isinya:
a. Balada adalah puisi berisi
kisah/cerita
Ciri-ciri
balada: Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan)
larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi
a-b-a-b-b-c-b-c.Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren
dalam bait-bait berikutnya.
b. Himne adalah puisi pujaan untuk
Tuhan, tanah air, atau pahlawan
Ciri-ciri hymne :Lagu pujian untuk menghormati seorang dewa,
Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau alma mater (Pemandu di Dunia Sastra).
c. Ode adalah puisi sanjungan untuk
orang yang berjasa
Ciri-ciri ode :Ciri ode nada dan gayanya sangat resmi
(metrumnya ketat), bernada anggun, membahassesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
d. Epigram adalah puisi yang berisi
tuntunan/ajaran hidup
Ciri-ciri epigram :Epigramma (Greek); unsur pengajaran;
didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar;
ada teladan.
e. Romance adalah puisi yang berisi
luapan perasaan cinta kasih Romantique (Perancis); keindahan perasaan;
persoalan kasih sayang, rinru dendam, sertakasih mesra.
f. Elegi adalah puisi yang berisi ratap
tangis/kesedihan
Ciri-ciri elegi : Sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa
duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena
kematian/kepergian seseorang.
g. Satire adalah puisi yang berisi
sindiran/kritik
Satura (Latin) ; sindiran ; kecaman
tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu
Sedangkan
macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
a.
Distikon,
contoh: Berkali kita gagal Ulangi lagi dan cari akal Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh (Or. Mandank).
•
2 baris; sajak 2 seuntai
• Distikon (Greek: 2 baris)
• Rima –aa, – bb
b. Terzina,
contoh: Dalam ribaan bahagia datang Tersenyum bagai kencana Mengharum bagai
cendana Dalam bah’gia cinta tiba melayang Bersinar bagai matahari Mewarna
bagaikan sari Dari ; Madah Kelana Karya : Sanusi Pane. Terzina (Itali: 3 irama)
c.
Quatrain,
contoh: Mendatang-datang jua Kenangan masa lampau Menghilang muncul jua Yang
dulu sinau silau Membayang rupa jua Adi kanda lama lalu Membuat hati jua Layu
lipu rindu-sendu (A.M. Daeng Myala).
•
Quatrain (Perancis: 4 baris)
•
Pada asalnya ada 4 rangkap
•
Dipelopori di Malaysia oleh Mahsuri S.N.
d.
Quint, contoh: Hanya Kepada Tuan Satu-satu perasaan Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan Yang pernah merasakan Satu-satu kegelisahan Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan Kepada tuan Yang pernah diresah gelisahkan Satu-satu
kenyataan Yang bisa dirasakan Hanya dapat saya nyatakan Kepada tuan Yang enggan
menerima kenyataan (Or. Mandank).Pada asalnya, rima Quint adalah /aaaaa/ tetapi
kini 5 baris dalam serangkap diterimaumum sebagai Quint (perubahan ini
dikatakan berpunca dari kesukaran penyair untukmembina rima /aaaaa/
e.
Sektet, contoh: Merindu Bagia Jika hari’lah tengah malam Angin berhenti dari
bernafas Sukma jiwaku rasa tenggelam Dalam laut tidak terwatas Menangis hati
diiris sedih, (Ipih).
• sextet
(latin: 6 baris)
• dikenali
sebagai ‘terzina ganda dua
• rima
akhir bebas
Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang
disebut isi yang disebut sextet, bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam,
dextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan
dalam.
f. Septime,
contoh: Indonesia Tumpah Darahku Duduk di pantai tanah yang permai Tempat
gelombang pecah berderai Berbuih putih di pasir terderai Tampaklah pulau di
lautan hijau Gunung gemunung bagus rupanya Ditimpah air mulia tampaknya Tumpah
darahku Indonesia namanya, (Muhammad Yamin).
• septime
(Latin: 7 baris)
• Rima
akhir bebas g) Oktav
• Oktaf
(Latin: 8 baris)
• Dikenali
sebagai ‘double Quatrain’
g.
Oktaf/Stanza, contoh: Awan Awan datang melayang perlahan Serasa bermimpi,
serasa berangan Bertambah lama, lupa di diri Bertambah halus akhirnya seri Dan
bentuk menjadi hilang Dalam langit biru gemilang Demikian jiwaku lenyap
sekarang Dalam kehidupan teguh tenang (Sanusi Pane). ocvtav, Jadi sifatnya
subyektif, peralihan dari octav ke sextet disebut volta· Penambahan baris pada
soneta disebut koda. Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 –
14 suku kata· Rima akhirnya adalah a – b – b – a, a – b – b – a, c – d – c – d
h. Soneta,
contoh: Gembala Perasaan siapa takkan nyala (a) Melihat anak berelagu dendang
(b) Seorang saja di tengah padang (b) Tiada berbaju buka kepala (a) Beginilah
nasib anak gembala (a) Berteduh di bawah kayu nan rindang (b) Semenjak pagi
meninggalkan kandang (b) Pulang ke rumah di senja kala (a) Jauh sedikit sesayup
sampai (a) Terdengar olehku bunyi serunai (a) Melagukan alam nan molek permai
(a) Wahai gembala disegara hijau (c) Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku menurutkan dikau (c), (Muhammad Yamin).
Ciri –
ciri soneta : · Terdiri atas 14 baris · Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas
2 quatrain dan 2 terzina · Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu
kesatuan yang disebut octav.
B. Mengomentari Pembacaan
Puisi Baru tentang Lafal, Intonasi, dan Ekspresi yang Tepat
Pada umumnya, puisi yang hendak dibaca dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu puisi kamar dan puisi auditorium. Puisi
kamar dibaca dengan lirih karena mengandung permenungan dan kekuatan ekspresi
yang ditonjolkan. Puisi auditorium lebih membutuhkan kekuatan vokal pembacanya,
dalam hal ini penbaca harus menguasai teknik untuk membacakan puisi.
Puisi dibangun atas dua unsur utama, yaitu lapis bentuk dan lapis
arti. Lapis bentuk puisi berupa struktur bunyi, yang terdiri atas irama, ritme,
rima, dan intonasi. OIeh karena itu, keindahan bentuk sebuah puisi baru
benar-benar dapat dinikmati jika dibacakan atau diperdengarkan . Namun,
pembacaan yang dilakukan dengan asal asalan tentu juga tidak akan mampu
mempersembahkan keindahan itu. Agar keindahannya dapat dinikmati dan muncul
dengan optimal, puisi harus dibacakan dengan irama yang baik, penafsiran dan
pemahaman makna secara tepat, dan dengan pengekspresian yang proporsional.
Seringkali puisi yang sebenarnya sangat indah, menjadi biasa saja
karena dibacakan secara monoton atau tanpa intonasi, salah enjambemen atau
pemenggalan frasa/baris, pengekspresian yang berlebihan dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk membaca dan memahami puisi
perlu persiapan:
1.
Mengenal
latar penciptaan puisi yang akan dibaca
2.
Membaca puisi
dengan seksama
3.
Mencari makna
kata-kata yang bersifat konotatif
4.
Memberi
penanda jeda atau intonasi
5.
Berlatih
membaca nyaring
Berikut ada tiga hal
penting faktor kebahasaan yang harus selalu diperhatikan pada saat membacakan puisi, vaitu
lafal, intonasi, dan ekspresi.
1.
Lafal (artikulasi) berkaitan
dengan pengucapan kata-kata. Pengucapan
kata-kata bahasa Indonesia selama ini kerap dipengaruhi oleh pengucapan bahasa daerah. Hal itu harus dihindari karena akan merusak keindahan puisi yang dibacakan. Pengucapan kata-kata harus tepat dan dijaga kemumiannya dari aksen atau logat daerah tertentu. Artikulasi atau cara pengucapan ini erat kaitannya dengan intonasi atau lagu kalimat.
kata-kata bahasa Indonesia selama ini kerap dipengaruhi oleh pengucapan bahasa daerah. Hal itu harus dihindari karena akan merusak keindahan puisi yang dibacakan. Pengucapan kata-kata harus tepat dan dijaga kemumiannya dari aksen atau logat daerah tertentu. Artikulasi atau cara pengucapan ini erat kaitannya dengan intonasi atau lagu kalimat.
2.
Intonasi atau lagu kalimat
berkaitan dengan ketepatan dalam menentukan keras-lemahnya pengucapan suatu
kata. Intonasi dan artikulasi sangat berkaitan dengan irama. Irama merupakan
unsur sangat penting dan jiwa dari sebuah puisi. Irama adalah totalitas dari
tinggi rendah, keras lembut, dan panjang pendek suara. Irama puisi tercipta dengan
melakukan intonasi. Ada 3 jenis intonasi dalam pembacaan puisi,yaitu
sebagai berikut:
a) Intonasi dinamik, yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap
penting.
b) Intonasi nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan lain sebagainya. Sementara, suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan lain sebagainya.
b) Intonasi nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan lain sebagainya. Sementara, suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan lain sebagainya.
c)
Intonasi tempo, yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
3.
Ekspresi ialah pernyataan
perasaan hasil penjiwaan isi puisi. Penjiwaan
puisi dapat dilakukan jika pembaca mampu menginterpretasikan makna
puisi secara tepat. Apabila penafsiran maknanya keliru, penjiwaannya pasti juga akan tidak mengena. Penjiwaaan isi puisi terungkap lewat mimik (gerak air muka) serta kinesik (gerak anggota badan/tubuh). Ekspresi yang baik harus dilakukan dengan wajar dan tidak berlebihan.
puisi dapat dilakukan jika pembaca mampu menginterpretasikan makna
puisi secara tepat. Apabila penafsiran maknanya keliru, penjiwaannya pasti juga akan tidak mengena. Penjiwaaan isi puisi terungkap lewat mimik (gerak air muka) serta kinesik (gerak anggota badan/tubuh). Ekspresi yang baik harus dilakukan dengan wajar dan tidak berlebihan.
Berikut ada beberapa hal
faktor nonkebahasaan yang harus selalu diperhatikan dalam membaca puisi, yaitu:
1.
Sikap, selama
membaca puisi, pembaca hendaknya berusaha untuk menarik perhatian pendengar.
Kiatnya adalahbersikap wajar dan tenang . oleh karena itu,materi puisi harus
dikuasai benar dan melakukan latihan.
2.
Gerak gerik
dan mimik,hal ini jika dilakukan secara tepat dapat menghidupkan pembacaan
puisi.
3.
Volume suara,
hal ini harus disesuaikan dengan jumlah dan tempat pendengar.
4.
Kelancaran
dan kecepatan,kelancaran pembacaan dapat membantu pendengar dalam menangkap
bacaan dengan jelas. Namun, kecepatan pembacaan yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan puisi sulit dipahami. Sebaliknya, kecepatan yang terlalu rendah
dapat menjadikan pendengar jenuh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengemukakan
pembahasan makalah ini dapatlah dikemukakan berbagai hasil dari pembahasannya.
Untuk itu penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil
pembahasannya.
1.
Puisi adalah bentuk karangan yang
terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang
padat. Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru. Namun, Puisi baru bentuknya lebih
bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun
rima.
2. Dalam
mengomentari pembacaan puisi baru ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
Namun faktor yang paling penting yaitu faktor kebahasaan yang meliputi,
pelafalan, intonasi dan ekspresi
B. Saran
Setelah penulis mengemukakan kesimpulan maka penulis akan memberikan
beberapa hal sebagai saran dan masukan yang nantinya akan menjadi bahan
renungan kita bersama, yaitu :
1.
Dalam
perkembangan dunia ilmu pengetahuan pendidikan menjadi
prioritas utama, sehingga pelajar diharapkan mampu turut berpartisipasi
mengembangkan pendidikan sesuai dengan kualitas pemahaman yang dimiliki.
2.
Dalam membacakan sebuah puisi, sebaiknya
memperhatikan faktor kebahasaan maupun faktor nonkebahasaan, sehingga mampu
menghasilkan karya yang mampu memberikan kenikmatan bagi pendengarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Marsudi, Demas, dkk. 2009. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depniknas.
Sari, Aprilia . Bahasa
Indoneisa untuk SMA / MA Semester 1. Klaten:Sinar
Mandiri.
Sayuti, Suminto A. 2002. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media
Somad, Adi Abdul, dkk. 2008. Aktif dan kreatif Berbahasa Indonesia.
Jakarta: Depniknas.
Tatang, Atep,
dkk. 2008. Bahasa Indonesiaku Bahasa
Negeriku. Jawa Tengah: Platinum.
Zaidin, Arifin. 2009. Puisi dan Telaahnya. Makassar: Permata Ilmu
LAMPIRAN
Puisi
CIPASUNG
Karya Acep Zamzam Noor
Di
lengkung alir matamu sawah-awah
menguning
Seperti
ranbuku padi-padi semakin merundukkan diri
Dengan
ketam kupanen teris kesabaran hatimu
Cangkulku
iman dan sejadahku lumpur yang kental
langit
yang menguji ibadahkumeneteskan cahaya redup
dan
surauku terbakar kesunyian yang dinyalakan rindu
...............
Aku
semakin mendekat pada kepunahan yang disimpan bumi
Pada
lahan-lahan kepedihan masih kutanam bijian harian
Segala
tumbuhan dan pohonanmembuahkan pahala segar
Bagi
para pagar bambu yang dibangum keimananku
Mendekatlah
padaku dan dengarkanlah kasidah ikan-ikan
Kini
hatiku kolam yang menyimpan kemurnian
Hari
esok adalh perjalanan sebagai petani
Membuka
ladang-ladang amal dalam belantara yang pekat
Pahamilah
jalan ketiadaan yang semakin ada ini
................
Dunia
telah lama kutimbang dan berulang kuhancurkan
Tanpa
ketam masih ingin kupanen kesabaranku yang lain
Atas
sajadah lumpur aku tersungkur dan terkubur
KING CASINO, LLC GIVES A $100 FREE BET
BalasHapusKING CASINO, LLC bsjeon GIVES herzamanindir.com/ A $100 FREE BET to try. Visit us today and receive a $100 FREE BET! Sign 바카라 사이트 up www.jtmhub.com at our new 1xbet 먹튀 site!